Selasa, 07 Juli 2009

Suamiku Kok Enggak Romantis, Sih?

Hm… indahnya dunia jika suamiku orang yang romantis.” Begitu juga pria, “Bahagianya diriku mempunyai istri yang romantis.” Alasan pria maupun wanita menyukai pasangan romantis umumnya sama: orang romantis dianggap lebih perhatian, penyayang, dan ngangenin. “Ya, pokoknya romantis seperti yang tampak di film atau novel itulah. Tetapi sebenarnya romantis itu tidak melulu seperti yang digambarkan seperti itu,” jelas Theresia Kusumaningtyas, Psi.

Tulus dan "Berpura-pura"
Jika memaknai romantis, Theresia mengatakan, kita tidak bisa memandangnya dari satu sisi dan tampilan luarnya semata. Sebab, romantis di dunia realita dapat dikategorikan menjadi dua tipe. Pertama, romantis yang berusaha menarik hati, dan kedua adalah romantis karakter.

Romantis yang pertama adalah dorongan dari dalam jiwa untuk berbuat sesuatu yang memesona dengan rasa sayang, perhatian, kepada pasangan atau orang lain yang dia sukai. Menurut Tyas, romantis tipe pertama dimiliki oleh semua manusia dan biasanya ditunjukkan pada tahapan awal cinta.

“Sudah alamiahnya seorang manusia mempunyai dorongan untuk selalu bersentuhan, bergandengan, berciuman, perhatian, bermesraan, dan mengungkapkan rasa sayang pada pasangan. Apalagi di awal ketertarikan pada seseorang. Nah, romantis tipe ini, biasa ditemui dan dialami oleh mereka yang sedang berpacaran dan di awal-awal pernikahan,” jelas Tyas.

Pada tipe romantis ini, perhatian bisa ditunjukkan dengan selalu mengingatkan waktu makan, tidak akan makan sebelum pasangan pulang, membukakan pintu dan membawakan tas pasangan saat baru tiba di rumah, kerap bergandengan tangan saat jalan bersama, tidak ragu untuk memeluk atau mencium pasangan saat bertemu.

Tetapi, lanjut Tyas lagi, tipe romantis yang satu ini akan hilang dimakan waktu. “Seiring waktu, romantis seperti ini lambat laun akan hilang dan muncullah karakter aslinya, yang bisa jadi jauh dari kesan romantis.” Karena itulah, lanjutnya, romantis tipe ini disebut juga fase hormonal.

Tak hanya itu, romantis yang satu ini sering kali tidak jujur. Maksudnya, tidak jarang mereka tidak sesuai dengan kenyataannya. Bisa jadi di depan kita dia romantis, tapi di belakang kita dia selingkuh. Bisa juga, mereka menjadi romantis karena ingin menutupi sesuatu, misal karena memiliki PIL (pria idaman lain)/WIL (wanita idaman lain). Ibaratnya, perilakunya romantis, tapi hatinya tidak.

Bisa jadi juga, tambah Tyas, dia melakukan perilaku romantis karena tuntutan. Bisa karena tuntutan pasangannya yang ingin diperlakukan seperti itu, bisa juga tuntutan budaya. Contoh orang Barat, mereka melakukan yang kita nilai romantis; mencium pasangan, membukakan pintu mobil, bicara dengan gaya memesona, “Adalah hal biasa bagi mereka. Sebab sejak kecil mereka sudah dididik seperti itu. Kita lantas ingin ikut-ikutan yang suatu saat akhirnya bosan dan malas melakukannya.”

Romantis yang kedua, “Ini adalah orang dengan karakter romantis yang sesungguhnya,” papar Tyas. Mereka dalam golongan ini selain suka melakukan dan menunjukkan sikap seperti apa yang ditunjukkan romantis tipe pertama (perilaku romantis), juga menunjukkan karakter yang romantis seperti terlihat lebih care, lebih peduli, peka pada kebutuhan pasangan, mau berkorban, dan kesemuanya itu menetap, an sich dalam dirinya alias tak lekang dimakan waktu. “Jadi ada sincere, ketulusan hati yang terlihat dalam rangka membuat pasangannya senang, nyaman, dan bahagia.”

Sangat individual

Setelah melihat pemaparan Tyas di atas, dapat dikatakan bahwa setiap orang bisa mempunyai romantisme berbeda, tergantung bagaimana individu tersebut memaknainya. Kita tidak bisa menilai si A tidak romantis pada pasangannya karena dia selalu memanggil pasangannya si gembrot. “Jika pasangan si A itu merasa panggilan gembrot itu mesra dan ungkapan kasih sayang khas, ya berarti itulah bentuk romantisme pasangan tersebut,” kata Tyas.

Begitu pula pada pasangan yang tidak pernah mengirim bunga di hari ulang tahun atau jarang sekali memberikan sesuatu yang disukai pasangannya. Kita tidak bisa menilainya tidak romantis. Karena mungkin bentuk romantisnya berbeda. Bisa jadi bentuk romantisnya selalu mengantar-jemput istri ke tempat kerja, atau siap sedia membantu istri kapan pun dibutuhkan. Contoh, saat istrinya mengeluh sakit di malam hari, suaminya rela bangun dan melakukan hal yang bisa dilakukan untuk kebaikan istrinya.

Sebaliknya, kita juga jangan sinis dan menganggap berpura-pura bila ada pasangan yang menunjukkan hubungannya yang dekat satu sama lain lewat ciuman, pelukan, dan affection lainnya di depan umum. Sebab, bisa jadi memang itulah gaya romantisme mereka.

Oleh karena itulah, jelas Tyas, saat pasangan tidak menunjukkan romantisme seperti yang kita pahami selama ini, seperti di film, sinetron, novel, kita jangan lantas melabel dia tidak romantis. “Coba kita pahami dirinya, coba kita amati perilakunya, di situ kita akan menemukan di mana dan seperti apa romantisnya pasangan.”

Satu hal lagi, romantis jangan kita pukul rata pada semua hal. Misal, romantis harus royal, romantis harus manis, atau romantis harus penuh tata krama. “Itu sesuatu hal yang beda. Orang romantis bisa saja pelit, orang romantis bisa saja tegas, dan orang romantis bisa saja berwujud seseorang yang cuek,” tutup Tyas.

Tidak ada komentar: