Jumat, 12 Juni 2009

Burung dan Tikus Serang Padi Ladangdi Kabupaten Tanah Karo

Tanah Karo, Ratusan hektar padi ladang di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara, gagal panen menyusul serangan burung dan tikus. Akibatnya, para petani menjerit karena menderita kerugian hingga jutaan rupiah.

Gagal panen kali ini, menurut sejumlah petani di Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo, yang ditemui Jumat (17/12), merupakan yang terburuk yang pernah terjadi selama tiga sampai lima tahun terakhir.

"Semakin lama serangan burung semakin hebat saja. Burung-burung mulai menyerang setelah padi mulai menguning dan bisa menghabiskan separuh dari hasil panen kami. Padahal, untuk menunggu panenan padi ladang butuh waktu sekitar enam bulan," kata Sedia Beru Barus (30), petani padi ladang di Desa Suka Damai, Kecamatan Tiga Panah.

Menurut Sedia Beru, tahun lalu padi ladang mereka juga diserang burung, namun petani masih dapat memanen lebih dari 75 persen. Saat ini petani hanya dapat memanen paling banyak 50 persen padi. Bahkan, sebagian petani hanya bisa memanen kurang dari 25 persen padi mereka.

Kerusakan makin parah

Di Desa Dokan, serangan burung dibarengi dengan serangan hama tikus sehingga tingkat kerusakan panen kian parah. "Burung memakan padi yang telah menguning, tetapi tikus memakan batang padi sejak masih muda sehingga tanaman roboh dan tidak bisa panen. Seharusnya satu hektar ladang bisa menghasilkan 60 goni atau sekitar 3,5 ton padi. Akan tetapi, sekarang paling banyak kami hanya bisa memanen lima goni padi. Bahkan, sering kali kami tidak bisa memanen sama sekali," kata Sikli (45), petani di Dokan.

Selama ini Kabupaten Tanah Karo merupakan penghasil padi ladang peringkat kedua di Sumatera Utara setelah Kabupaten Simalungun. Pada tahun 2001-2003 luas panenan padi ladang di Tanah Karo rata-rata 9.000 hektar dengan produksi sekitar 24.000 ton.

Namun, akibat serangan burung dan hama tikus yang kian mengganas, produksi padi ladang di Tanah Karo terus merosot dan kini diperkirakan produksi tinggal separuhnya.

"Kalau tidak segera ditanggulangi, petani padi ladang di Tanah Karo bisa hancur semua. Wabah yang paling mengkhawatirkan sebenarnya adalah tikus karena kerusakannya sangat parah dan serangannya cepat sekali," kata Sikli.

Sayur dan buah terpuruk

Derita petani di Kabupaten Tanah Karo kian lengkap karena hasil dari sayur-mayur yang selama ini menjadi andalan sumber nafkah mereka juga terus merosot.

"Tanaman cabai dan tomat sekarang juga terserang penyakit keriting sehingga hasilnya tidak bisa diharapkan lagi. Pertanian di Tanah Karo kini tidak menjanjikan lagi," kata Sikli.

Sejumlah petani kini mengandalkan aneka sayuran, seperti kol, wortel, bunga kol, selada, terong belanda, dan daun prei. Di samping itu, para petani juga mengandalkan jeruk sebagai sandaran hidup mereka.

Namun, harga jual komoditas sayuran dan jeruk sangat fluktuatif. "Wortel, misalnya, harganya turun terus sejak Lebaran. Jika biasanya bisa laku seharga Rp 1.800 per kilogram, kini harganya tidak lebih dari Rp 1.000 per per kilogram," kata Jon Tembun, petani dari Desa Suka Damai.

Menurut Jon, harga yang diterima petani dari penjualan hasil panen jeruk juga tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bibit, biaya pemupukan, dan perawatan yang mencapai Rp 100.000-200.000 sampai panen.

Biaya produksi yang tinggi ini-terutama untuk membeli pupuk dan obat-obatan-tidak saja dialami petani jeruk, teta- pi juga dihadapi petani sayur, terutama petani kol dan kentang.

Tidak ada komentar: